Breaking News

China Berkeringat, Indonesia Membara

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitor86.com

Politik memang selalu membuat panas negeri ini. Tapi, Timnas Indonesia vs China layak untuk kita panaskan seperti bara. Apa saja hal menarik jelang laga super big match itu? Siapkan kopinya, wak.

Jakarta, 5 Juni 2025. Hari ketika bumi bakal sedikit miring ke arah Nusantara. Bukan karena rotasi alam, tapi karena puluhan ribu suporter Timnas Indonesia akan menginjakkan kaki di Gelora Bung Karno dengan satu niat suci, menyulut semangat Garuda agar membakar Naga dari Shanghai.

Inilah bukan sekadar laga sepakbola. Ini adalah epik kolosal kontemporer, kisah silat modern di atas rumput hijau yang suci. Thom Haye, sang jenderal lini tengah, telah bicara seperti seorang resi, ini bukan balas dendam, ini pembuktian. Tapi lihatlah matanya, mata itu menyimpan dendam membara yang telah dimasak perlahan sejak kekalahan 1-2 pada Oktober 2024 lalu. Mungkin memang bukan dendam, tapi kalau ada yang mencetak gol kemenangan, lalu menatap kamera dengan penuh khidmat sambil melafalkan ayat pertama dari Kitab Garuda, kita semua tahu, ini bukan sekadar pertandingan.

Emil Audero, si penjaga gawang Palermo, akan debut di bawah mistar. Pria ini sudah seperti legenda urban selama ini, disebut-sebut seperti siluman berkaki delapan yang tak pernah terlihat wujudnya. Tapi kini, akhirnya, ia datang. Bukan hanya datang, tapi bersumpah menjaga gawang Indonesia seolah itu adalah pintu surga kampung halaman. Jangan harap bola bisa melewatinya. Bahkan nyamuk pun akan ditamparnya jika coba terbang terlalu dekat.

Nilai pasar Timnas Indonesia kini mencapai titik nirwana. Mees Hilgers berdiri di puncak dengan mahar tujuh juta euro, setara lima ribu kali gaji UMR dan sebongkah martabak paling mahal di Jagat Asia Tenggara. Sementara Serginho, bintang China yang cuma dihargai 1,8 juta euro, harus puas jadi bulan-bulanan statistik. Di dalam spreadsheet takdir, Indonesia unggul mutlak. Kita tahu, kadang Excel lebih jujur dari komentator netral.

Sayap kiri Indonesia saat ini bukan hanya kuat, tapi terlalu kuat. Lima pemain spesialis kiri dipanggil oleh Patrick Kluivert, nama yang dahulu hanya kita lihat di kartu Panini Liga Champions, kini menjadi panglima perang Garuda. Yance Sayuri, Calvin Verdonk, Shayne Pattynama, mereka bukan manusia biasa. Mereka adalah anak-anak angin yang dikirim untuk membelah pertahanan lawan seperti gunting sakti membelah tirai langit. 

Selain nama tersebut di atas Patrick Kluivert juga memanggil Maarten Paes, Jay Idzes, Rizky Ridho, Jordi Amat, dan Mees Hilgers, Ivar Jenner, Marselino Ferdinan, Ole Romeny, Rafael Struick, dan Stefano Lilipaly. Jika China tak siap, maka siap-siaplah mereka disayat oleh gelombang serangan yang datang dari kiri, dari kiri lagi, dan dari kiri terus-menerus sampai pelatih mereka mengalami mimpi buruk berulang.

Sementara itu, China bertapa di Shanghai. Mereka bersiap dengan sepenuh jiwa, namun aroma keraguan tercium jelas dari arah timur. Rumor menyebutkan pelatih mereka, Branko Ivankovic, sudah mulai memesan tiket pulang. Bukan karena liburan, tapi karena jabatannya digoyang lebih keras dari kursi goyang nenek-nenek saat gempa. Mereka datang ke Jakarta bukan sebagai raksasa, tapi sebagai tim yang gentar. Ketika gentar bertemu gegap gempita 70.000 suporter Indonesia, yang tiketnya habis terjual dalam hitungan jam, maka alam akan mencatat, ini bukan pertandingan biasa, ini peristiwa kosmik.

Gelora Bung Karno akan menjadi altar. Di sinilah, pada malam penuh cahaya sorotan dan jeritan cinta dari tribun, sejarah akan ditulis ulang dengan darah, peluh, dan semangat. Ini bukan sepak bola, ini pewayangan. Ini bukan 90 menit, ini semesta yang dikompresi. Jika Indonesia menang, maka jangan heran jika langit Jakarta tersenyum dan bumi menggigil sejenak.

Siapkan nyali. Siapkan pita suara. Karena 5 Juni 2025 akan menjadi malam ketika Garuda tidak hanya terbang. Ia akan mengaum, membelah angkasa, dan mewariskan legenda.

Publisher : Timtas M-86#camanewak

Type and hit Enter to search

Close