Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitor86.com
Baru kali ini saya acungkan jempol buat MK. Karena, money politic yang selalu menjadi momok di setiap Pilkada, dapat ganjaran setimpal. Dua pasangan calon kepala daerah di Barito Utara “dihabisi” oleh MK. No winner, hanya ada tukang ngopi yang tepuk tangan di warkop.
Barito Utara, sebuah kabupaten yang sunyi, damai, tenteram, hingga akhirnya Pilkada datang seperti meteor dari langit. Lalu, membawa dua pasang calon kepala daerah yang bukan hanya bermodal visi-misi, tapi juga koper berisi misi uang tunai. Di sinilah tragedi demokrasi versi amplop dimulai.
Di sudut ring demokrasi, berdiri Paslon Nomor Urut 1: H Gogo Purman Jaya S Sos dan Drs Hendro Nakalelo MSi. Dua pendekar politik lokal yang konon katanya bisa menyembuhkan ekonomi hanya dengan senyum dan stiker. Di sisi lainnya, Paslon Nomor Urut 2: Akhmad Gunadi Nadalsyah SE BA dan Sastra Jaya, prajurit demokrasi dari klan amplop emas, ditakuti karena kekuatan finansial yang bisa bikin Bank Indonesia keringat dingin.
Keduanya bertarung di medan yang sama, desa-desa sepi, lapangan voli, tenda hajatan, pos ronda, dan tentu saja, dapur warga, tempat pertarungan sesungguhnya terjadi. Tapi bukan ide yang mereka tukar, bukan janji yang mereka lombakan, melainkan nominal!
Menurut kuasa hukum paslon 01, rival mereka telah menyiram demokrasi dengan hujan uang. Rp 16 juta per orang. Bahkan ada yang menerima Rp 25 juta untuk satu suara! Itu setara tiga bulan kerja PNS golongan III, dua unit iPhone 15, atau... satu kali makan siang di Senayan City bagi politisi Jakarta.
Distribusinya? Tertata rapi, seperti program cicilan syariah. Tahap satu: Rp 1 juta (26 Desember 2024), tahap dua: Rp 5 juta (28 Februari 2025), tahap tiga: Rp 10 juta (14 Maret 2025). Bagi yang telat ikut, tenang! Ada versi paket bundling: Rp 15 juta langsung cair menjelang PSU. Bagi yang ingin ekstra, ada opsi cicil-tuntas senilai Rp 25 juta. Lengkap dengan SK Tim Pemenangan Nomor 021/2024, disahkan tanggal 11 September 2024, sebuah tanggal keramat yang kini akan dikenang sebagai Hari Resmi Hancurnya Etika.
Bukti? Wah, jangan ragukan. Pengadilan Negeri Muara Teweh bahkan sudah menjatuhkan hukuman 36 bulan penjara dan denda Rp 200 juta kepada tiga anggota tim sukses paslon 02. Bukan katanya, ini fakta hukum! Mereka digerebek saat sedang dalam ritus suci politik amplop di posko pemenangan. Mungkin sedang menyiapkan ritual pembagian uang tahap keempat.
Akhirnya, MK turun tangan seperti dewa Olympus yang jengah melihat bumi. Dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dan Hakim Guntur Hamzah, mereka memutuskan, Diskualifikasi total! Kedua paslon, tanpa pandang amplop, dihapus dari sejarah Pilkada Barito Utara 2024. Tidak satu pun lolos. Semua gugur di tangan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, sang palu Tuhan Demokrasi.
Tak cukup sampai di situ, MK memerintahkan pemilihan ulang. Dari nol. Reset. Reboot. Seolah semua drama amplop, air mata, dan tabungan koperasi itu hanya mimpi buruk dari sistem yang terlalu percaya pada keajaiban uang. KPU diperintahkan menyelenggarakan Pilkada ulang dalam waktu 90 hari. Tanpa laporan balik ke MK. Artinya, MK tidak mau lagi mendengar dongeng amplop jilid dua. Cukup. Capek.
Kini, Barito Utara berdiri tanpa bupati. Rakyat bingung. Penerima amplop murung. Amplop kosong berserakan. Demokrasi menatap cermin dan bertanya, "Apakah aku masih murni, atau sudah jadi mata uang?"
Inilah kisah nyata demokrasi hiper-modern, di mana pemimpin tak dipilih karena janji, tapi karena harga beli suara. MK pun, dengan palu sucinya, mengirimkan pesan keras, “terlalu banyak memberi bisa membuatmu kehilangan segalanya.” Bahkan jabatan yang belum kau miliki.
Sungguh, sebuah epos politik lokal yang akan dikenang oleh sejarah. Atau setidaknya... oleh tukang fotokopi SK Tim Pemenangan. Pilkada paling bobrok di negeri ini. Satu suara Rp25 juta. Saya ditawarkan segitu, “Ambil, tidak, ambil, tidak, ambil, tidak…ah!”
Publisher : Timtas M-86#camanewak
Social Footer