Breaking News

Map Ijazah Jokowi Terlihat di Bareskrim Polri

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitor86.com

Kembali ke sinetron tiada akhir, Ijazah Jokowi. Terbaru, ayah Gibran ini mendatangi Bareskrim. Ijazahnya tidak terlihat, tapi map ijazah itu tertangkap kamera wartawan. Siapkan kopinya, kisah sinetron ini bisa menghangatkan kopi yang sudah dingin. 

Jakarta, 20 Mei 2025. Hari yang akan tercatat dalam kronik nasional, sang mantan presiden, Jokowi datang ke Bareskrim Polri untuk mengambil ijazahnya sendiri. Ya, nuan tidak salah baca, mengambil ijazah, selembar kertas yang seharusnya disimpan manis di lemari kaca, kini berpindah tangan bak naskah rahasia Negara Zion abad ke-3.

Pukul 09.42 WIB, Jokowi muncul. Langkahnya tenang, membawa map hitam berukuran A4. Sederhana, namun menyimpan energi dramatis setara Infinity Stone terakhir di tangan Thanos. Di depan lobi Bareskrim, ia berkata, "Sekaligus saya mengambil ijazah yang saat yang lalu diantarkan kepada Bareskrim." Kalimat itu sederhana, tapi seketika mengguncang dimensi logika dan menciptakan lubang hitam kecil di ruang nalar publik.

Ijazah itu, yang katanya asli, sah, dan legal, berlogo Universitas Gadjah Mada, institusi keramat tempat lahirnya para teknokrat, politisi, dan makhluk setengah dewa birokrasi. Tapi ironisnya, logo itu tampak memudar. Tulisan "Universitas Gadjah Mada" dan nama "Ir. Joko Widodo" sudah nyaris tak terbaca. Seolah tinta itu ikut malu, ikut ragu, atau barangkali ikut hilang ingatan pasca terlalu lama bersemayam dalam kehangatan laci kepolisian

Jokowi menolak menunjukkan ijazah itu ke publik. "Ijazah nanti akan kami buka pada saat diminta oleh pengadilan," ujarnya. Sebuah kalimat yang menohok, karena di era di mana netizen bisa membongkar silsilah cicit nabi lewat Google, justru selembar ijazah harus menunggu sidang seperti tersangka kasus besar. Apa karena ijazah itu terlalu sakral, atau terlalu misterius, atau karena realitas terlalu malas menjawab?

Sang pengacara, Yakup Hasibuan, menjelaskan bahwa ijazah itu sudah sempat dibuka di hadapan penyidik, bahkan diperiksa di laboratorium forensik. Mungkin diuji apakah kertas itu mengandung unsur palapa, atau apakah sidik jari penjilidnya masih bisa dilacak. Tapi sampai kini, hasil dari Puslabfor belum diumumkan. Sebuah penantian eksistensial yang lebih absurd dari menanti hasil SBMPTN dengan NIK tetangga.

Selama satu jam diperiksa, Jokowi dicecar 22 pertanyaan, mulai dari aktivitas kuliahnya, skripsi, hingga mungkin ditanya apakah dulu pernah bolos demi naik gunung. Di titik ini, republik terasa seperti panggung teater absurd, di mana seorang kepala negara dimintai klarifikasi tentang absensi semester ganjil tahun 1984. Bayangkan, negara dengan 280 juta rakyat, terperangkap dalam drama skripsi seorang mantan presiden.

Sementara itu, Rizal Fadillah dari TPUA, pelapor utama, sudah diperiksa lebih dulu pada 6 Mei. Tuduhannya jelas, dugaan ijazah palsu. Laporan ini diajukan sejak Desember 2024 dan mulai diselidiki pada April 2025. Tak mau tinggal diam, Jokowi pun melaporkan balik lima nama: Roy Suryo, Tifauzia Tiasumma, Eggy Sudjana, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Kurnia Tri Royani. Mereka kini menjadi pemeran antagonis dalam opera ijazah ini, dalam drama akademik berbalut politik, satire, dan debu masa lalu.

Kini seluruh negeri menahan napas. Bukan untuk menunggu keputusan ekonomi, bukan untuk mendengar pidato kenegaraan, tapi demi satu kata, asli atau palsu. Di zaman ketika kebenaran bisa dikaburkan dengan filter Instagram dan gelar bisa dibeli per meter, ijazah Jokowi telah berubah dari dokumen menjadi mitologi. Sementara kita, rakyat yang penuh harap tapi miskin akses labfor, hanya bisa bertanya-tanya, apakah kebenaran masih dicetak di HVS 80 gram?

Dalam map hitam itu, bukan hanya kertas yang tersimpan. Tapi sejarah. Teka-teki yang, barangkali, tak ingin dijawab.

Publisher : Timtas M-86#camanewak

Type and hit Enter to search

Close