Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitor86.com
Dokter Tifa sudah saya kenalkan. Gus Yaqut juga sudah. Apa reaksi netizen? Jangan ditanya lagi, meledaaak. Sekarang, saya ingin kenalkan lagi tokoh tua paling kontroversial, Amien Rais. Siapkan kopinya, wak.
Amien Rais, kalau ada tokoh politik yang bisa dibilang tak kenal tua, tak kenal lelah, dan tak kenal malu, itu dia. Lahir pada 26 April 1944 di Surakarta. Saat itu Indonesia mungkin masih berpikir apakah sudah waktunya untuk inventarisasi warung kopi, Amien sudah tahu bahwa takdirnya bukan untuk jadi orang biasa. Dengan usia yang sudah mendekati angka 80, dia bukan hanya seorang politisi senior, tapi seorang "penulis skenario drama politik" yang nggak pernah berhenti bikin kejutan.
Bayangkan, di usia yang mestinya sudah pensiun dari segala hal, Amien Rais masih tampil di layar kaca dengan gaya berbicara yang bisa bikin layar TV bergetar. Kalau ada penghargaan untuk "Politikus yang Nggak Pernah Kalah dalam Urusan Kritik", pasti beliau akan bawa pulang trofi setiap tahun. Bahkan kalau bisa, trofinya dipasang di samping kasur sebagai pengingat, "Politik itu nggak mengenal usia, yang penting ngomong terus".
Bukan Amien Rais kalau tidak berani berteriak. Pada tahun 1998, saat Indonesia bergolak dengan kerusuhan Orde Baru yang seperti resep sambel terasi, pedas, ngena, dan bikin semua orang kepanasan, Amien Rais muncul seperti sosok pahlawan super dengan jas hujan kritis. Dia jadi salah satu tokoh utama yang menggerakkan reformasi dan memaksa Soeharto untuk turun tahta. Bisa dibayangkan, saat itu, Amien Rais adalah "sosok Batman" bagi rakyat yang kesepian, yang menggebu-gebu dengan teror pidato panjang nan berisi kebenaran yang tidak bisa ditahan.
Namun, setelah menumbangkan Soeharto, Amien tidak lantas duduk di kursi santai sambil menikmati teh manis di teras rumah. Tidak. Ia justru menyusun rencana politik baru, pendirian PAN. Ia membawa perubahan dalam kemasan politik. Sayangnya, begitu PAN sudah cukup besar, Amien dengan elegannya meninggalkan partai itu seperti kepergian cicak yang tiba-tiba memutuskan untuk pindah rumah. Ia pun mendirikan Partai Ummat pada 2021. Kenapa? Karena, seperti yang sering dia katakan, "Politik itu seperti kue lapis, harus terus diganti rasanya supaya nggak basi".
Jangan kira Amien puas dengan itu. Tidak. Tentu saja, tidak. Tahun 2025, di usia hampir 80, Amien Rais kembali membuat kehebohan dengan menggali isu ijazah palsu mantan Presiden Jokowi. Memang, kalau ada orang yang merasa tugas hidupnya adalah untuk "mencari kejanggalan yang tidak ditemukan oleh mata biasa", maka Amien adalah orang yang tepat. Meski UGM sudah bilang ijazah Jokowi asli, Amien seperti detektif tua yang nggak pernah berhenti mengusut kasus yang sudah basi.
Rasa takut Amien sepertinya sudah hilang. Gara-gara mengulik ijazah, Kapriyani, yang mengatasnamakan relawan Jokowi, melaporkan Amien beserta Roy Suryo dan Rismon Sianipar ke Polres Kota Depok pada 26 April 2025. Apakah mantan Ketum Muhammadiyah ini, takut? Sepertinya ia tetap slow.
Tapi yang lebih seru adalah Amien itu kayak tembok besar yang nggak peduli dihujani batu atau dicibir orang. Dia adalah "tukang kritik yang tidak mengenal batas waktu". Usia yang hampir senja malah semakin memperkental karakternya sebagai komentator nomor satu yang tak pernah berhenti berpendapat.
Amien, meskipun rambutnya mulai putih seperti kapas, tetap berada di garis depan pertempuran ideologi, menyuarakan kritik. Kalau orang lain berhenti berkarya di usia senja, Amien justru memilih untuk terus menggerakkan dunia dengan kata-katanya yang keras. Ia adalah tokoh yang berani berteriak di tengah keramaian, bahkan saat sebagian besar orang lebih memilih untuk duduk dan menunggu akhir zaman.
Jika suatu saat kita melihat Amien Rais duduk di sebuah kursi roda dengan mikrofon di tangan, jangan terkejut. Dia hanya sedang mencari peluang untuk membongkar sesuatu yang belum terbongkar, seperti layaknya Sherlock Holmes dengan pipi keriput.
Publisher : Timtas M-86 #camanewak
Social Footer