Breaking News

Cerpen “Lima Dosa Besar Terbang ke Langit”

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitor86.com

Di suatu sore yang mendung dan penuh dosa, KPK kembali melakukan OTT di sebuah provinsi di negeri sebelah utara. Langsung mengamankan lima orang titisan kapitalisme akut. Proyek yang dikorup nilainya Rp 231,8 miliar. Tapi jangan sedih, dari angka itu, Rp 46 miliar justru dialokasikan dengan penuh cinta sebagai “uang fee”bahasa halus dari “uang setan yang bikin celaka.”

Kelima tokoh utama sinetron OTT ini adalah:

1. Angin Topan, Kepala Dinas ditugaskan mengumpulkan uang fee dari proyek untuk disetor ke atasannya, alias Bigbos. 

2. Petir Menyambar, Kepala Unit Dinas, spesialis ngeles dan menyambar proyek sambil menyamar sebagai manusia.

3. Puting Beliung, Pejabat Pembuat Komitmen, jago berkomitmen sama kontraktor 

4. Tornado, Direktur PT Angin Rebut, terkenal karena rebut proyek pakai proposal palsu

5. Halilintar, Direktur PT Banjir Bandang, jago bikin laporan keuangan fiktif

Mereka diterbangkan ke Jakarta dengan pesawat penuh penyesalan dan turbulensi moral. Di kursi baris D, duduklah lima pahlawan devisa haram, lengkap dengan borgol stainless steel model terbaru edisi “Merdeka Tapi Tertangkap.”

Angin Topan menatap awan, berbisik pelan dengan suara tokoh utama sinetron jam 9 malam,

“Aku cuma dikasih mandat, lae. Kumpulin fee dari proyek-proyek itu. Katanya buat setoran ke Bigbos, buat biaya ‘pengamanan’. Tapi ya Tuhan... belum sempat setor, malah disetor ke KPK duluan…”

Petir Menyambar langsung nyamber, “Lo tuh kelewat rakus. Gua bilang setor lewat sopir aja, jangan lo yang megang. Ujung-ujungnya lo kena OTT sambil bawa uang tunai, mirip penjahat kelas bawah!”

Puting Beliung menggigil. “Gua tuh udah feeling, wak. Waktu amplopnya gua pegang, amplop itu hangat... kayak peringatan dari akhirat.”

Tornado ikut geleng-geleng, “Ini negara udah nggak main-main. Bahkan niat kita bangun rumah mewah buat keluarga, sekarang malah jadi bangun reputasi baru sebagai meme nasional.”

Halilintar, yang biasanya kuat seperti badai, kini merintih, “Padahal udah gua simpen dua miliar itu di tas kain, niatnya buat kasih ke Angin Topan. Tapi malah kena OTT. Gua tuh cuma vendor, Bro. Cuma pengantar fee. Tapi ya... karma tuh ekspres.”

Pesawat sedikit bergetar, mungkin karena beratnya dosa yang diangkut. Tiba-tiba, suara pilot menyela, “Selamat sore. Pesawat kita akan segera mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Bagi penumpang baris D, mohon siapkan penyesalan, dan jangan lupa ucapkan selamat tinggal pada masa depan.”

Angin Topan mengusap wajah. “Gua cuma bawahan, Bro. Gua cuma jembatan. Tapi KPK nggak nangkap jembatannya doang, jembatan, kabel, sama lampu-lampu jalan semua digulung.”

Petir menyambar, “Bigbos lo sekarang pasti lagi nonton berita sambil makan kacang. Kita yang masuk TV, dia yang ngeteh di balkon.”

Puting Beliung, dengan suara lirih dan selera drama tingkat tinggi, “Anak gua besok ada wisuda. Sekarang... yang wisuda dosa malah gua.”

Tornado, melotot penuh filosofi, “Korupsi itu ibarat mie instan. Gampang, cepat, enak... tapi darah tinggi datang tanpa pemberitahuan.”

Halilintar mengangkat borgol dan berteriak pelan, “Apa guna semua ini?! uang ada, mobil ada, cek dollar ada, tapi harga diri...? dipelelangan umum!”

Mereka turun satu per satu, disambut kamera wartawan yang menyala macam konser K-pop. Blitz menyambar wajah mereka seperti karma yang datang tanpa jeda. Wtawan berteriak,  “Pak Angin Topan, uangnya buat siapa, Pak?!”

Angin Topan menjawab dengan suara tegas,  “Bukan buat saya... buat bigbos! tapi udah nasib gue yang ngangkat tas!”

Kini mereka tinggal di rutan, dikelilingi tembok dan kenangan pahit. Tiap malam, Angin Topan termenung, menatap langit-langit sel, lalu berbisik, “Ternyata jadi pengumpul fee itu bukan karier masa depan... tapi pintu masuk neraka dengan pendingin udara.”

Pembaca pun tergelak, lalu termenung, “Lucu ya... yang kerja keras dapat pajak, yang nyolong proyek malah naik pesawat.”

Disclamer: Ini hanya fiksi, tidak ada di dunia nyata.

Publisher : Krista#camanewak

Type and hit Enter to search

Close