Breaking News

Dahlan Iskan Kembali Jadi Tersangka

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

POlNTIANAK // Monitor86.com

Beliau bisa dikatakan inspirator saya dalam menulis. Tadi pagi sempat membaca tulisan beliau tentang kapal darat. Bulan lalu saya sempat menulis tentang beliau yang menggugat eks kantornya sendiri, Jawa Pos Grup.  Respon pembaca sangat tinggi, karena beliau memang selalu memberikan inspirasi pada negeri ini.

Hari ini (8/7/2025) ia dikabarkan ditetapkan sebagai tersangka. Siapa yang melaporkannya sampai harus berurusan hukum? Eks kantornya sendiri, Jawa Pos. Sambil seruput kopi long black di Kafe Rajawali Jalan Danau Sentarum Pontianak, mari kita ungkap sosok pria yang sempat ganti hati ini.

Pagi itu, sejarah menangis di ruang redaksi. Printer berhenti mencetak. Tinta-tinta menyerah. Kopi dingin tak disentuh. Di pojok ruang, seorang wartawan muda memeluk naskah usang berjudul “Dahlan Iskan, Bapak Reformasi BUMN” dan menangis seperti anak kehilangan ayah, padahal dia tidak tahu siapa ayahnya. Di luar sana, matahari menyala redup, malu-malu, seakan tidak ingin menyaksikan tragedi hukum paling absurd tahun ini, Dahlan Iskan, mantan menteri yang pernah memarahi langit PLN hingga terang kembali, kini ditetapkan sebagai tersangka untuk keempat kalinya.

Ya, keempat. Empat kali. Kalau ini pertandingan tinju, Dahlan sudah layak dapat sabuk WBC kategori “Tersangka Terhormat”. Kalau ini lomba panjat pinang, ia sudah sampai puncak tiang dan dilempari hukum dari segala arah. Satu pasal ke kepala, dua pasal ke dada, dan segepok tuduhan pencucian uang disiram ke kakinya agar licin tak bisa berdiri.

Tuduhannya serius. Pemalsuan surat, penggelapan dalam jabatan, dan pencucian uang. Tapi kalimat-kalimat itu, ketika melekat ke nama Dahlan, terasa seperti menuduh sapi mencuri rumputnya sendiri. Ini Dahlan Iskan, wak! Orang yang menyulap BUMN dari kuburan menjadi kebun. Yang mencangkul PLN dari tanah becek menjadi taman digital. Yang dulu dianggap terlalu gesit untuk birokrasi, dan terlalu jujur untuk dunia pers. Hari ini, ia dijadikan tersangka oleh orang-orang yang mungkin masih belajar mengeja “disrupsi” saat ia sudah membangun infrastruktur data listrik nasional.

Tapi beginilah hukum kita, netral tapi penuh dendam. Tegas tapi sering salah orang. Agung dalam teori, rawan ngantuk dalam praktik. Maka demi dua alat bukti dan secangkir niat politis yang tak disebutkan, seseorang bisa dijadikan tersangka dengan irama yang lebih cepat dari hitungan metronom. Tidak perlu puisi, cukup notulen. Tidak butuh air mata, cukup tanda tangan.

Lebih ironis lagi, yang melaporkan adalah rumah yang ia bangun sendiri, Jawa Pos. Seperti seorang anak kandung yang menggugat bapaknya karena memakai sandal ke ruang tamu. Lucu? Tidak. Tragis? Jelas. Karena siapa sangka tinta yang dulu mengalir deras dari pena Dahlan kini berubah jadi surat dakwaan. Koran yang ia lahirkan, kini menjadikan namanya halaman utama, dengan huruf kapital yang menusuk ulu hati.

Sementara itu, para netizen menyambut kabar ini dengan air mata dalam bentuk emoji. Mereka tidak tahu harus marah atau tertawa. Sebab ketika hukum mulai terlihat seperti opera sabun, dan pasal-pasal digunakan seperti senjata legal massal, publik hanya bisa menyeduh kopi dan berkata, “Oh, yang ini lagi?” Lalu melanjutkan scrolling ke video kucing jatuh dari meja.

Namun di balik semua ini, kita tahu, hukum bukan soal benar atau salah, tapi siapa yang bisa bertahan lebih lama di arena gladiator. Dahlan, sebagaimana epos para pahlawan yang tak selesai, mungkin akan kembali berdiri, merapikan jaketnya, dan berkata dengan suara pelan, “Empat kali? Baru pemanasan.”

Dulu, koranya setiap hari memberitakan orang menjadi tersangka. Kali ini, ia diberitakan jadi tersangka. Ya, begitulah dunia, wak. Penuh warna sekaligus drama. 

Publisher : Krisra#camanewak

Type and hit Enter to search

Close