Breaking News

Inspirasi dari Singkawang, Tumpeng Cinta Lintas Lembaga

Oeh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitor86.com

Sebuah video lawas mendadak viral. Di video itu memperlihatkan betapa mesranya seorang walikota dengan kepala kejaksaan negeri. Sungguh kemesraan yang patut jadi inspirasi. Mari kita kulik tumpeng cinta dari kota amoi. Siapkan lagi kopi tanpa gulanya, wak!

Di bawah langit biru yang bersinar terlalu terang untuk disebut kebetulan, sebuah peristiwa monumental berlangsung di Singkawang. Bukan gempa, bukan gerhana, bukan pula pemutaran film horor lokal. Tapi lebih mengejutkan, sebuah pemandangan begitu mesra, lembut, dan hiper-romantis hingga membuat seantero birokrasi negeri ini gelisah dan cemburu. Wali Kota Singkawang, Tjhai Chui Mie, menyerahkan tumpeng secara langsung kepada Kepala Kejaksaan Negeri Singkawang, Ibu Nur Handayani, dalam perayaan ulang tahun Kejari.

Di dalam kantor Kejari yang biasanya penuh dengan aura formil dan aroma dokumen, hari itu suasananya seperti pesta kebun, tapi versi birokrasi. Pegawai tersenyum. Kamera siap siaga. Lagu “Selamat Ulang Tahun” dilantunkan dengan semangat nasionalisme tingkat tinggi. Ketika potongan tumpeng itu disuapkan, tangan bertemu tangan, mata bertemu mata, suasana mendadak menjadi sinematik, lambat, dramatis, dan... sangat penuh makna.

Ibu Nur Handayani, yang kini menjabat sebagai Kepala Kejari Singkawang sejak Mei 2023, bukanlah figur sembarangan. Ia datang menggantikan Edwin Kalampangan yang telah memimpin lebih dari dua tahun, dan kini tongkat komando berada di tangan seorang perempuan tangguh yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bagian Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) di Kejaksaan Agung RI. Nama yang tidak main-main. Jabatan yang berat. Namun hari itu, semua gelar dan beban dilebur dalam satu gerakan kecil penuh cinta, menyuapi dan disuapi.

Dalam sambutannya saat itu, Nur Handayani telah menegaskan pentingnya relasi kelembagaan yang harmonis, sebuah visi yang hari itu mewujud secara literal, bukan dengan MoU panjang atau konferensi meja bundar, tapi lewat nasi kuning kerucut dan sambal goreng hati yang simbolis.

Tak pelak, momen ini mengguncang media sosial dan memicu gelombang rasa iri nasional. Kepala daerah lain mulai gelisah. Ada yang mendadak memesan tumpeng ke catering lokal, ada yang latihan menyuapi di depan cermin. Sebab, siapa yang tidak ingin terlihat seharmonis itu? Siapa yang tidak ingin institusinya viral bukan karena OTT, tapi karena OTT: Olah Tumpeng Terpadu?

Tentu saja, sebagian pihak merasa ini terlalu manis untuk dicerna, mereka meragukan etika, menggugat batas antara simbol dan gratifikasi. Tapi justru di sinilah letak kebesaran momennya, bahwa di tengah sorotan sinis dan politik penuh intrik, ada dua pemimpin yang berani memperlihatkan bahwa negara bisa mesra tanpa harus mesum, bisa lembut tanpa korup, bisa hangat tanpa basa-basi.

Tumpeng itu bukan cuma sajian kuliner. Ia adalah prasasti niat baik, dikirim dari Balai Kota ke Kantor Kejari, dibungkus dengan ketulusan, dan disajikan dengan filosofi, bahwa hukum dan pemerintahan bukan dua rimba yang saling menunggu musuh, melainkan dua tangan yang siap bekerja sama, dan ya, sesekali saling menyuapi.

Singkawang hari itu tidak hanya merayakan ulang tahun Kejari. Ia merayakan cinta antar lembaga, keindahan relasi antar pejabat, dan gagasan bahwa birokrasi bisa terasa seperti sinetron prime time, tanpa harus fiktif.

Untuk para pejabat seantero negeri, tirulah! Jangan malu menyuapi. Jangan malu menunjukkan kehangatan. Karena di tengah seribu retorika kosong, satu suapan tumpeng bisa membawa kita lebih dekat pada Indonesia yang lebih lembut, dan lebih kenyang secara spiritual.

Foto Ai, bukan peristiwa sebenarnya.

Publisher : Krista#camanewak

Type and hit Enter to search

Close