Jubir MAUNG (Istimewa)
Pontianak, Kalbar — Monitor86.com
Pro—Justitia Dewan PImpinan Pusat Monitor Aparatur Untuk Negara dan Golongan (DPP MAUNG) mendesak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat untuk mengevaluasi kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan 12 unit mobil ambulance pada Tahun Anggaran 2021 di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat semasa dijabat oleh dr. H. Harisson, M.Kes, sebagai Kepala Dinas.
Desakan ini muncul karena kasus tersebut dinilai jalan di tempat, padahal sebelumnya sempat viral dan menjadi perhatian publik.
Ketua DPP LSM MAUNG, melalui juru bicara Rolan Edward Pardede, menyatakan bahwa proyek pengadaan ambulance tersebut diduga kuat mengandung unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta melanggar Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
"Kami meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat untuk serius mengevaluasi kasus ini. Ada indikasi kuat pelanggaran hukum dalam proses pengadaan, yang seharusnya mengacu pada Perpres pengadaan barang dan jasa, bukan penunjukan langsung yang terkesan dipaksakan," tegas Rolan. Selasa (21/10/25).
LSM MAUNG menyoroti bahwa pengadaan ambulance yang menelan anggaran Rp10.322.880.000 tersebut tidak dilakukan melalui mekanisme tender yang seharusnya, sebagaimana diatur dalam Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Proses pengadaan justru menggunakan Penunjukan Langsung (PL) dengan mengacu pada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2018 (Perka LKPP 13 Tahun 2018) tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan Keadaan Darurat.
"Alasan penggunaan Perka LKPP 13/2018 dengan dalih keadaan darurat (Covid-19) patut dipertanyakan. Apakah benar pengadaan ambulance ini mendesak, atau hanya akal-akalan untuk menghindari proses tender yang transparan dan akuntabel?" Tegas Jubir penuh tanya
Dalam kasus ini, LSM MAUNG menyoroti beberapa potensi pelanggaran hukum, antara lain:
- Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001: Pasal ini mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, serta penyalahgunaan wewenang yang dapat menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
- Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: Perpres ini mengatur secara rinci mengenai tata cara pengadaan barang/jasa pemerintah yang transparan, efisien, dan akuntabel.
- Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa: Terutama terkait dengan prinsip-prinsip dasar pengadaan yang harus dipatuhi.
LSM MAUNG juga mempertanyakan standar spesifikasi ambulance yang diadakan, yang diduga tidak sesuai dengan kebutuhan penanganan infeksius pada saat pandemi Covid-19. Hal ini dapat diindikasikan sebagai perbuatan yang merugikan negara karena barang yang diadakan tidak memiliki manfaat sebagaimana mestinya.
LSM MAUNG mendesak Kejati Kalbar untuk bertindak tegas dan profesional dalam menangani kasus ini. Mereka berharap agar Kejati Kalbar tidak hanya fokus pada proses administrasi, tetapi juga menggali potensi kerugian negara dan keterlibatan pihak-pihak yang bertanggung jawab.
"Kami ingin Kejati Kalbar membuktikan komitmennya dalam pemberantasan korupsi. Jangan sampai kasus ini menguap begitu saja. Masyarakat Kalbar berhak tahu kebenaran dan pelaku korupsi harus dihukum sesuai dengan perbuatannya," tegas Rolan
LSM MAUNG juga mengimbau masyarakat untuk terus mengawasi dan memberikan informasi terkait kasus ini kepada pihak berwenang. Partisipasi masyarakat sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Kalimantan Barat.
Kasus dugaan korupsi pengadaan mobil ambulance di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat ini menjadi ujian bagi komitmen Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dalam memberantas korupsi. Masyarakat menanti langkah konkret dan transparan dari Kejati Kalbar untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya.
Publisher : TIM/RED
Penulis : TIM LSM MAUNG


Social Footer