Luwu Timur, Sulsel — Monitor86.com
Tiga jurnalis mengalami dugaan intimidasi dan kekerasan saat meliput persiapan aksi demonstrasi Aliansi Masyarakat Ululere Bersatu (Amuba) di area MBB1, wilayah operasi PT Vale Indonesia Tbk, pada Senin, 3 November 2025.
Sebelum insiden, para jurnalis sempat berdialog dengan warga untuk menggali informasi terkait rencana aksi. Setelah itu, mereka beristirahat di pos portal Rumpun Pong Salamba dan kembali ke lokasi utama pada pukul 08.00 WITA keesokan harinya untuk menunggu massa aksi.
Namun, situasi berubah menjadi tegang. Menurut kesaksian para jurnalis, mereka mendapat perlakuan intimidatif dan provokatif dari sejumlah oknum di sekitar area perusahaan. Pelarangan peliputan dan pembatasan ruang gerak terjadi, bahkan ada upaya pemaksaan agar jurnalis tidak merekam situasi.
Tindakan pengamanan yang semestinya dilakukan secara profesional dan terbuka sesuai standar operasional keamanan di lingkungan industri besar, justru terkesan membatasi kerja jurnalistik.
Salah seorang jurnalis sempat merekam momen pelarangan peliputan sebagai dokumentasi dan laporan kepada pihak perusahaan. Namun, tindakan ini justru memicu kemarahan beberapa oknum di lokasi. Terdengar kalimat provokatif dari kelompok tersebut: "Video saja, kami tidak takut. Mau dilapor ke mana pun, silakan."
F.A., salah satu jurnalis di lokasi, mengungkapkan, "Di awal, mereka yang kami duga adalah security ini melakukan provokasi dan larangan mengambil rekaman. Salah satu dari kami mengambil gambar dengan tujuan mengirimkannya ke pimpinan sebagai bukti pelarangan. Namun, salah seorang dari mereka malah bersuara, 'Video saja, kami tidak takut. Mau dilapor ke mana pun, silakan.' Lalu, kami diusir, tetapi seolah tersandera karena dikepung dan hanya diperbolehkan pergi jika semua video dihapus."
Para jurnalis juga melihat beberapa orang melakukan perekaman sejak awal hingga akhir kejadian, yang diduga sebagai bahan laporan internal. Hal ini menimbulkan kesan adanya pengawasan sepihak terhadap aktivitas peliputan.
Ketegangan memuncak saat para jurnalis diusir dan dipaksa menghapus video. Seorang jurnalis yang menolak mengaku mendapat perlakuan kasar dan pemukulan di bagian punggung oleh oknum di lokasi.
Dalam keadaan panik, jurnalis tersebut berteriak ke arah aparat kepolisian yang bertugas mengamankan aksi, "Pak, saya dipukul! Saksikan, saya dipukul, Pak!"
Peristiwa ini terjadi di depan aparat kepolisian. Setelah situasi memanas dan massa aksi mendekat, ketiga jurnalis diarahkan untuk meninggalkan area.
F.A. menambahkan, "Pada kejadian itu, beberapa dari mereka malah merekam seluruh kejadian dari awal hingga akhir, kami menduga itu akan dijadikan sebagai bahan laporan internal. Saat teman saya dipukul di bagian punggung, saya saksikan sendiri. Teman saya mengadu kepada polisi yang berada di situ, 'Pak, saya dipukul, saksikan saya dipukul.'"
Advokat Chandra Makkawaru, S.Pd., SH., MH., menyatakan penyesalannya atas tindakan oknum perusahaan yang diduga menghalang-halangi dan mengintimidasi jurnalis yang sedang meliput.
"Barang siapa yang menghalang-halangi dan bahkan melakukan intimidasi terhadap jurnalis, maka dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan juga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," tegasnya. Kamis (06/11/25).
Dasar Hukum:
Berdasarkan UU Pers No. 40 Tahun 1999, sanksi bagi penghambat kegiatan jurnalistik diatur dalam Pasal 18 ayat (1):
- Pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; atau
- Denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal ini memberikan perlindungan hukum kepada jurnalis dalam melaksanakan tugasnya.
Berdasarkan KUHP:
Tindakan intimidasi, terutama yang melibatkan kekerasan fisik atau ancaman, dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam KUHP.
- Pasal 335 KUHP: Mengatur pidana bagi perbuatan memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan.
- Pasal-pasal lain terkait penganiayaan: Jika intimidasi disertai kekerasan fisik, pelaku dapat dijerat pasal-pasal terkait penganiayaan (misalnya Pasal 351 KUHP) dengan sanksi yang bervariasi tergantung tingkat keparahan cedera.
"Saya siap menjadi Kuasa Hukum untuk mendampingi korban (jurnalis) menindaklanjuti laporan ke kepolisian terkait dugaan pelanggaran UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum perusahaan," tutup Chandra Makkawaru.
Tim Redaksi telah berupaya mengonfirmasi kejadian ini kepada pihak manajemen PT Vale Indonesia Tbk, termasuk dugaan pembatasan peliputan, perekaman sepihak, dan tindak kekerasan. Namun, pihak manajemen hanya mengirimkan holding statement resmi.
Berikut isi holding statement lengkap PT Vale Indonesia Tbk:
"PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) selalu menghormati dan menjunjung tinggi kebebasan pers serta hak media untuk melakukan peliputan sesuai ketentuan yang berlaku. Terkait informasi mengenai dugaan pelarangan maupun intimidasi terhadap media di area Bahodopi Blok 1 (BB1), kami sampaikan bahwa personel keamanan PT Vale bersama pihak kepolisian berada di lokasi untuk memastikan keselamatan seluruh pihak, termasuk rekan media yang sedang berada di area tersebut. Pada saat itu, situasi di lapangan sedang ramai karena adanya aksi, sehingga petugas keamanan berupaya mengarahkan dan melindungi rekan media agar tidak berada di tengah potensi risiko kericuhan. Perlu kami tegaskan bahwa PT Vale tidak melakukan pelarangan peliputan dan tidak melakukan tindakan intimidatif kepada jurnalis. Fokus tim kami saat kejadian semata-mata adalah menjaga keselamatan semua pihak. Sebagai perusahaan yang menjunjung tinggi prinsip keterbukaan informasi publik, PT Vale menghormati kedudukan pers sebagai pilar demokrasi yang independen, netral, dan tidak mewakili kepentingan pihak mana pun, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Perseroan selalu terbuka terhadap peliputan yang objektif dan berimbang sesuai prinsip profesionalisme jurnalistik. Perseroan tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan rekan-rekan media dan menyediakan informasi yang akurat serta berimbang. Kami juga terus memastikan prosedur keamanan berjalan sesuai standar, termasuk perlindungan terhadap pekerja, masyarakat, dan insan pers."
Meskipun demikian, pihak manajemen PT Vale belum menjawab pertanyaan spesifik redaksi terkait dugaan kekerasan terhadap jurnalis dan perekaman yang dilakukan selama kejadian berlangsung.
Peristiwa ini menuai keprihatinan dari berbagai kalangan, terutama jurnalis dan pemerhati kebebasan pers. Mereka menilai tindakan penghalangan dan intimidasi terhadap jurnalis, terutama saat peliputan publik, merupakan pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan informasi dan UU Pers.
Kehadiran jurnalis di lapangan adalah bagian dari fungsi kontrol sosial untuk memastikan setiap aktivitas publik, termasuk di wilayah industri strategis, berjalan transparan, profesional, dan bertanggung jawab.
Publisher : (Tim/Red)

Social Footer