Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK /// Monitor86.com
Sering muncul di beranda saya, soal Lucky Hakim, artis yang jadi Bupati Indramayu. Apa sih masalahnya kok FYP? Cari tahu, akhirnya dapat, dan inilah alasannya sang Bupati sampai di-ospek oleh Kemendagri.
Warga Indramayu tercinta, mari tepuk tangan. Baru saja kita menyaksikan sebuah episode megah dari sinetron kehidupan nyata berjudul “Bupati Tercinta dan Tiket Promo ke Jepang.” Seakan tak mau kalah dengan serial Korea, kali ini drama politik menyuguhkan kisah luar biasa tentang seorang pejabat yang “hanya ingin liburan lima hari,” tapi lupa satu hal kecil, izin dari negara.
Adalah Lucky Hakim, sang Bupati Indramayu. Ia memutuskan, kerja keras membangun Indramayu layak dibayar tuntas dengan sejumput sushi dan sakura di Jepang. Tanpa sepengetahuan Mendagri, beliau pun bertualang. Bukan sebagai pelarian koruptor, bukan pula sebagai peserta seminar internasional, tapi sebagai manusia biasa yang merindukan libur.
Sayangnya, negara kita yang sangat “menghargai” kreativitas birokrasi, memiliki aturan, yaitu larangan bepergian ke luar negeri tanpa izin. Aturan yang ditulis dengan tinta suci, yang sayangnya tidak sempat dibaca Pak Bupati karena, mungkin, terlalu fokus membaca itinerary ke Osaka.
Ketika Gubernur Dedi Mulyadi mencolek beliau lewat media sosial, bukan dengan bentakan atau makian, tapi dengan satire berkelas, “Selamat liburan, Pak Lucky. Lain kali izin dulu.” Ah, betapa elegannya. Seolah Gubernur kita menjadi dosen kehidupan, mengingatkan bahwa kepala daerah itu bukan karakter anime yang bisa teleport seenaknya.
Tentu saja, Pak Lucky langsung tersentak. Katanya, “Saya pikir itu cuti bersama.” Oh, betapa indahnya dunia imajinasi pejabat. Di dunia mereka, cuti bersama adalah pintu Narnia yang mengizinkan semua hal, termasuk naik Shinkansen tanpa izin negara. “Saya salah menafsirkan hari,” katanya. Mungkin beliau melihat kalender dengan filter Instagram.
Hebatnya, Lucky mengaku tidak memakai anggaran negara. “Saya tidak diantar ASN, saya pakai uang pribadi.” Ini poin penting! Pejabat jalan-jalan pakai uang sendiri adalah bentuk asketisme baru. Seharusnya dianugerahi penghargaan “Pejabat Tersuci 2025” karena tidak menyentuh APBD walau satu yen pun.
Namun, jangan lupakan drama paling menyayat hati, foto ponakan Lucky yang ikut liburan sempat viral. Mereka malu di sekolah. Trauma nasional. Bahkan bisa jadi bahan skripsi psikologi. “Ponakan saya syok,” ujar Lucky. Nah, ini dia dampak paling serius dari pelanggaran aturan birokrasi, anak SMP jadi sasaran meme.
Meski demikian, Lucky tetap gentleman. Beliau mengaku salah, diperiksa Inspektorat, dan siap bertanggung jawab. “Saya memecahkan gelas, saya harus bertanggung jawab.” Luar biasa. Sebuah filosofi sederhana namun menggetarkan. Mungkin setelah ini beliau bisa buka seminar motivasi, "Hidup Bahagia Walau Salah Tafsir Kalender."
Sementara itu, Dedi Mulyadi tampil sebagai tokoh bijak yang menyambut permintaan maaf Lucky dengan pelukan verbal. “Pak Lucky telah menunjukkan sikap ksatria.” Wah, adegan ini terasa seperti ending sinetron Ramadhan. Semua damai, pelajaran disampaikan, lalu kamera menyorot ke langit sambil backsound religi mengalun pelan.
Tapi di balik semua itu, rakyat masih harus menahan tawa getir. Indramayu, dengan segala PR-nya dari infrastruktur, pendidikan, sampai penyapu jalan yang harus bertarung demi koin, justru punya pemimpin yang berpikir cuti bersama bisa menghilangkan status kepejabatannya selama lima hari.
Tentu rakyat paham. Pejabat juga manusia. Tapi yang ditanyakan publik, kenapa selalu lupa bahwa jabatan itu bukan jas yang bisa digantung saat musim promo liburan tiba? Lucunya, pejabat bisa lupa aturan negara, tapi rakyat tak pernah lupa siapa yang harus bayar pajak tepat waktu.
Selamat datang kembali, Pak Lucky. Semoga setelah ini liburan berikutnya ke luar negeri, atau setidaknya ke luar kota, bisa disertai surat izin, bukan klarifikasi. Karena rakyat tidak butuh alasan, rakyat hanya butuh pemimpin yang tahu kapan harus kerja, dan kapan harus berhenti berlagak lupa.
Publisher : Timtas M-86 #camanewak
Social Footer