Breaking News

Tragedi Tiga Bank Pembangunan Daerah

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitor86.com

Malam takbiran 30 Maret 2025 lalu, seharusnya jadi malam penuh damai, penuh ketupat dan kegembiraan top-up e-wallet untuk beli camilan lebaran. Tapi nasabah Bank DKI malah disambut dengan tragedi digital nasional, layanan ambruk total. Transfer antar bank? Tidak bisa. Top-up? Seperti hilang ke lubang hitam. Sistem error ini bukan hanya gangguan kecil, tapi bencana finansial selevel kiamat kecil bagi rakyat urban yang hidupnya tergantung pada QRIS dan GoPay.

Keluhan membanjiri media sosial. Netizen panik, marah, bingung, dan sebagian mulai mempertanyakan eksistensi digital banking. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, langsung turun tangan seperti pahlawan super dengan jas dinas. Dalam gerakan cepat, ia mencopot Direktur IT Bank DKI, Amirul Wicaksono, dan memanggil audit independen serta menyerahkan kasus ini ke Bareskrim. Mungkin beliau berharap bisa menemukan jawaban apakah ini sabotase musuh negara atau cuma kelalaian biasa yang terlalu mahal.

Pihak manajemen Bank DKI bersumpah tidak ada kebocoran data atau dana nasabah yang hilang. Tapi fakta di lapangan berkata lain, layanan belum sepenuhnya pulih. Bahkan, seminggu kemudian juga demikian. Rakyat disuruh percaya sistem yang tak bisa top-up e-wallet, padahal anaknya nangis minta beli skin Mobile Legends.

Belum selesai skandal itu reda, dari barat Pulau Jawa, Bank BJB memunculkan skenario yang lebih menggiurkan. Direktur Utama, Yuddy Renaldi, bersama empat kroninya, ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK. Kasusnya? Pengadaan iklan fiktif tahun 2021–2023 dengan kerugian negara mencapai Rp222 miliar. Iklan apa yang dibikin? Belum jelas. Tapi kalau sampai Rp222 miliar, mungkin mereka menyewa Beyonce untuk jadi bintang iklan tabungan simpanan pelajar.

KPK tidak main-main. Mereka menyita dokumen penting, kendaraan mewah, dan deposito senilai Rp70 miliar. Tak ketinggalan, nama mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, ikut disebut-sebut dalam pusaran kasus ini. Ia belum ditetapkan sebagai tersangka, tapi sudah mulai diperiksa sebagai saksi. Netizen pun terbagi dua, yang percaya ini konspirasi politik, dan yang percaya ini hanyalah puncak gunung es dari proyek "ngiklan sambil nyolong".

Kalau dua bank belum cukup bikin jantung berdebar, Bank Kalbar datang menyumbang babak tragedi. Mantan Dirutnya jadi DPO (Daftar Pencarian Orang) karena terlibat dugaan korupsi pengadaan tanah. Kerugian negara? Rp27,3 miliar. Tak besar dibanding BJB, tapi cukup buat bikin 10 SD lengkap dengan lapangan voli dan tempat wudhu.

Belum selesai skandal itu, Direktur Utama saat ini, Rokidi, tiba-tiba mengundurkan diri. Alasannya? Bukan tekanan publik, tapi kanker usus besar stadium 3B. Ia menyatakan tak sanggup lagi melanjutkan tugas dan harus fokus ke perawatan. Yang dramatis, ia pamit tepat sehari sebelum Lebaran. Sebagian publik terharu, sebagian lagi skeptis. Netizen pun bertanya, “Apakah ini strategi menghilang yang sah, atau hanya babak lanjutan dari kisah duka perbankan daerah?”

Mari kita simpulkan, wak! Tiga bank daerah, tiga kisah kacau. Satu error digital yang bikin rakyat kelimpungan. Satu iklan fiktif miliaran rupiah.  Satu pengunduran diri dibalut penyakit berat.

Di negeri ini, perbankan bukan sekadar urusan keuangan. Ini sudah jadi “reality show” dengan genre thriller-politik-medis-komedi. Semuanya ada. Yang belum ada cuma satu, kejelasan.

Selamat datang di Republik Satire Finansial. Jangan lupa cek saldo, siapa tahu masih ada. Kalau masih ada, tandanya malam minggu kita masih bisa ngopi.

Publisher : Timtas M-86 #camanewak

Type and hit Enter to search

Close