Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitor86.com
Satu-satunya sinetron belum selesai di negeri ini, Ijazah Jokowi. Hanya selembar kertas membuat negeri ini ribut siang dan malam. Lalu, apa kisah terbarunya, wak? Siapkan kopi tanpa gula dan here you are.
Jakarta kembali membara. Penyebabnya, dokumen suci bernama ijazah Jokwi resmi diboyong ke Bareskrim Polri dan diperiksa... di laboratorium forensik. Yes, nuan tidak salah baca. Ijazah. Laboratorium forensik. Ini bukan plot sinetron "Detektif Sekolahan", ini kenyataan. Negara kita memang selalu tahu cara menyajikan tontonan spektakuler, lebih absurd dari kisah Lisa Mariana.
Semuanya bermula dari Eggi Sudjana, pengacara yang bisa meragukan apapun kecuali kepercayaan dirinya. Dengan semangat 45 dan logika 86, ia melaporkan Jokowi karena katanya ijazah ayah Gibran itu diduga palsu. Dugaan ini disampaikan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Kata mereka, sejak zaman kerajaan Majapahit pun belum ada yang benar-benar menunjukkan ijazah asli Jokowi. Buktinya? Ya, karena katanya belum pernah lihat.
Eggi, dengan kharisma seorang detektif film India, bahkan menantang UGM untuk buka kartu. "Tunjukkan ijazahnya kalau kalian memang sahabat sejati!" ujarnya mungkin sambil menunjuk langit, berharap ijazah itu jatuh dari awan atau diantarkan langsung oleh burung merpati bersertifikat. Ia meyakini bahwa selama proses persidangan tokoh-tokoh seperti Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur, tidak pernah ada selembar ijazah pun yang berani tampil ke publik. Ijazah Jokowi ini seperti Pokemon langka, katanya ada, tapi tak pernah nongol di Pokédex.
Dalam episode kali ini, pengacara muda, Yakup Hasibuan, hadir dengan wajah tenang dan penuh percaya diri seperti dosen yang yakin semua mahasiswanya belum baca materi. Ia membawa ijazah itu ke Bareskrim seperti seorang ayah yang mengantar anak sulungnya wisuda. Tapi tidak sendiri, dokumen agung ini diantar oleh Wahyudi Andrianto, adik ipar Jokowi, yang mendadak jadi kurir kehormatan keluarga. "Kami bawa langsung dari Solo," kata Yakup, seolah ijazah itu peninggalan leluhur yang diwariskan dari generasi ke generasi, dijaga lebih ketat dari naskah asli Proklamasi.
Puncaknya? Ijazah itu diserahkan ke laboratorium forensik. Yes, tempat yang biasa mengurus DNA mayat, bekas darah korban pembunuhan, kini sibuk menguji tinta ijazah kakeknya Jan Ethes Srinarendra. Masyarakat pun menahan napas. Apakah ijazah itu akan lolos uji karbon? Apakah ada bekas koreksi di nilai Teknologi Hasil Hutan? Atau jangan-jangan tertempel bekas keringat karena Jokowi lupa belajar saat ujian Klimatologi Hutan?
Di dunia normal, saat seseorang menunjukkan ijazah asli, masalah selesai. Tapi di negeri ini, ketika seseorang menunjukkan ijazah asli, masalah baru justru dimulai. Orang-orang mulai bertanya, “Kenapa baru sekarang?” Lalu, “Kenapa dibawa adik ipar?” Bahkan ada yang bertanya, “Kertasnya merk apa, HVS atau linen?” Ijazah pun kini harus menjalani sidang tidak tertulis di pengadilan netizen. Vonisnya? Tergantung mood warganet hari itu dan apakah mereka habis makan atau belum.
UGM sendiri tampaknya sudah capek. Universitas ini sudah berkali-kali mengonfirmasi keaslian ijazah itu. Tapi sebagaimana mitos urban lainnya, semakin dijelaskan, semakin banyak yang tak percaya. Kalau UGM ngotot membela, malah dibilang "kampus settingan." Kalau diam saja, dibilang "diam karena merasa bersalah." Ini jebakan logika khas negeri +62, semua kemungkinan salah kecuali teori konspirasi.
Pada akhirnya, kita semua harus mengakui, bangsa ini memang spesialis menciptakan kehebohan dari hal-hal paling tidak penting. Sementara itu, para koruptor yang benar-benar tidak berijazah atau bahkan tidak berakhlak, masih bebas tertawa di lobi hotel bintang lima. Tapi sudahlah, yang penting sekarang, ijazah suami Iriana ini sedang diuji secara ilmiah. Siapa tahu habis ini bisa dapat penghargaan MURI: ijazah paling sering difitnah dan paling tahan uji.
Publisher : Timtas M-86 #camanewak
Social Footer