Breaking News

Kudeta Halus dan Gerbong Gaib

 

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitor86.com

Drama 103 jenderal vs 1 Gibran terus menjadi tontonan negeri ini. Terus bergulir seperti bola liar. Menggelinding ke mana-mana, termasuk ke tubuh TNI itu sendiri. Try Sutrisno sebagai motor aksi 103 jenderal itu, seperti ditantang. Sang anak sempat dimutasi, lalu SK nya dibatalkan. Ada apa ini? Mari kita simak tentu tidak melupakan ritual suci membaca, seruput kopi. 

Wacara dari sesepuh 103 jenderal terus melambung. Itu bak meteor jatuh menghantam Mabes TNI. Letjen TNI Kunto Arief Wibowo, anak kandung Try Sutrisno, kena imbas. Sang jenderal muda dimutasi. Dari posisi terhormat sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I), ia digeser menjadi Staf Khusus KSAD. Jabatan baru yang dalam bahasa kasarnya setara dengan “bangku cadangan elite”.

Namun, sebelum rakyat sempat mencerna peristiwa itu, alam semesta seolah berkonspirasi untuk mengembalikan keseimbangan kekuasaan. Keputusan mutasi itu… dibatalkan. Secepat sinyal WhatsApp centang dua biru, namun tak dibaca. Letjen Kunto resmi tetap menjabat sebagai Pangkogabwilhan I. Keputusan itu tercantum dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554.a/IV/2025, diterbitkan pada 30 April 2025, hanya satu hari setelah SK sebelumnya (Kep/554/IV/2025) menyatakan hal sebaliknya.

Penjelasan resmi pun dikeluarkan. Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, tampil dalam jumpa pers virtual yang mendadak jadi tontonan primetime. Dengan gaya naratif seperti juru bicara kerajaan mistis, ia berkata bahwa mutasi Letjen Kunto dibatalkan karena “rangkaian gerbongnya belum siap bergeser.” Sebuah pernyataan yang langsung membuat rakyat membayangkan Mabes TNI sebagai stasiun kereta api besar, di mana para jenderal adalah lokomotif-lokomotif megah yang tak bisa jalan karena rem tangan belum dilepas.

Ternyata, ada sejumlah perwira tinggi yang belum bisa meninggalkan jabatannya, sehingga mutasi terhadap Letjen Kunto ikut tertahan. Dalam bahasa yang lebih sastrawi, jalur mutasi tersumbat karma organisasi. Maka diputuskanlah untuk "meralat" alias membalik takdir militer hanya dengan secarik surat dan tanda tangan Panglima.

Tentu saja, semua ini disebut demi “kepentingan organisasi.” Kristomei menegaskan mutasi tidak terkait dengan urusan politik, tidak terkait dengan siapa anak siapa, tidak terkait dengan tekanan dari para purnawirawan, tidak juga karena Letjen Kunto sedang trending di Twitter.

Namun, rakyat yang terbiasa hidup di tengah plot twist sinetron politik tidak semudah itu percaya. Apakah benar ini semua hanya masalah logistik jabatan? Atau sebenarnya ini adalah bentuk kudeta halus yang gagal karena satu dokumen Word belum disimpan? Apakah Letjen Kunto sebenarnya hendak dibungkam, lalu diingatkan bahwa darah Jenderal Try masih mengalir di tubuhnya?

Dari luar, ini tampak seperti administrasi biasa. Tapi bagi yang memiliki mata batin politik, ini adalah drama epik internal TNI, di mana kekuatan lama, masa depan politik, dan kehormatan militer saling bertarung dalam diam. Kunto tak hanya anak dari seorang legenda, tapi kini menjadi simbol tarik-menarik kekuasaan, semacam Frodo Baggins yang membawa cincin mutasi menuju Gunung Mabes.

Ketika SK dibatalkan, rakyat hanya bisa tertegun. Satu-satunya yang pasti dalam republik ini, selain pajak dan macet, adalah segala sesuatu bisa berubah dalam semalam, bahkan nasib seorang letnan jenderal. Karena ini Indonesia, tempat di mana kebenaran bisa ditangguhkan, SK bisa dibatalkan, dan sejarah bisa disunting sebelum subuh.

Publisher : TIMTAS - M86 #camanewak

Type and hit Enter to search

Close