Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitor86.com
Bagi yang sedang menabung haji, harap tenang! Arab Saudi tuan rumah pelaksanaan haji mewacanakan pemotongan kuota haji Indonesia sampai 50 persen. Duh, banyak kali lae. Mari simak sambil seruput kopi lagi agar otak selalu encer dan waras.
Dunia seolah terguncang. Bukan karena kiamat, bukan pula karena asteroid nyasar ke planet kita. Tapi karena Arab Saudi melempar bom suci dalam bentuk wacana, kuota haji Indonesia bakal dipotong 50 persen. Setengah, wak. Bukan lima persen kayak diskon Indomaret. Tapi setengahnya raib. Seperti mimpi jemaah asal Bantaeng yang udah antre sejak Pak Harto masih presiden.
Katanya, ini imbas dari penyelenggaraan haji 2025 yang katanya, maaf, “tidak memuaskan.” Sebuah penilaian yang lebih menyakitkan dari ditinggal pas lagi cinta-cintanya. Dari sisi pelayanan dan koordinasi, Indonesia dianggap kurang memuaskan. Tapi, entahlah, kemarin pernyataan MBS lewat Menag, minta maaf soal semerautnya penjemputan jamaah di Padang Arafah menggunakan bus. Baik, kita lanjutkan, wak.
Sang kepala BP Haji, Gus Irfan, mengakui, ada bisik-bisik dari dapur Kerajaan, “Why do you bring people to death here?” katanya, menirukan suara perwakilan Kementerian Haji Saudi. Terjemahan bebasnya, kenapa Anda hantar ke sini orang yang mati. Sebuah pertanyaan retoris yang menusuk ulu hati kebangsaan kita. Karena faktanya, lebih dari 200 jemaah Indonesia wafat. Tragisnya, ada yang meninggal di atas pesawat, dua jam sebelum mendarat di Madinah. Belum sempat mencium aroma Tanah Haram, sudah dijemput malaikat di kabin kelas ekonomi.
Almarhumah bernama Nyai Nur Fadillah, 45 tahun, asal Sidoarjo. Beliau adalah simbol penderitaan birokrasi, lolos seleksi, berangkat dengan haru, dan akhirnya wafat di angkasa, mungkin sambil memeluk paspor hijau dan tiket pulang yang belum sempat dipakai. Inilah tragedi spiritual dengan cita rasa logistik.
Sementara itu, Indonesia punya 5,5 juta calon jemaah yang sudah masuk daftar tunggu. Di beberapa daerah, antreannya seperti nunggu Avengers rilis ulang, 40 tahun lebih. Kabupaten Bantaeng mencatat rekor dunia dengan 47 tahun masa tunggu. Jika daeng mendaftar haji saat usia 20, kemungkinan besar sampean akan berangkat saat anak kamu pensiun dan menantu kisanak ikut mendaftar untuk 47 tahun berikutnya. Ini bukan antrean. Ini siklus reinkarnasi umat Islam Indonesia.
Kuota Indonesia per tahun hanya sekitar 221 ribu. Secara matematika, yang membuatmu ingin menangis di sajadah, 5,5 juta dibagi 221 ribu berarti... silakan hitung sambil dengarkan Azan, karena jawabannya tetap menyayat. Jangan berharap pada visa furoda, karena tahun ini tidak diterbitkan. Satu-satunya harapan kaum sultan untuk naik haji tanpa antre pun kini tenggelam dalam lautan regulasi Arab Saudi.
BP Haji pun tidak tinggal diam. Mereka menjanjikan sistem baru. Manajemen baru. Gugus tugas bersama. Task force. Reformasi birokrasi. Semua istilah keren sudah dikeluarkan. Tapi Saudi tetap mengangkat alis, “Lho, tahun kemarin aja banyak yang wafat di Mina, Arafah, sampai Jeddah. Kesehatannya dicek gak sih? Ini haji atau simulasi darurat medis massal?”
Tahun depan memang akan ada perubahan. Penyelenggara sudah bukan Kemenag, tapi BP Haji. Tapi ya... itu tahun depan. Sementara Saudi sedang mikir buat memangkas kuota tahun ini. Negosiasi masih berlangsung, katanya. Tapi ya, selama negosiasi berjalan, jamaah tetap meninggal satu per satu, antrean tetap panjang, dan Indonesia masih berharap Arab Saudi tergerak oleh lobi dan maybe… air mata.
Ini bukan lagi soal ibadah. Ini soal eksistensi. Sebuah kontes global di mana niat suci harus berhadapan dengan sistem kuota internasional, spreadsheet logistik, dan standar pelayanan ala multinasional.
Ya, begitulah, kalau negara MBS mau, kita bisa apa? Tinggal berdoa saja agar wacana pemotongan 50 persen itu, tidak jadi, atau sekadar ancaman saja agar kita memperbaiki pelayanan. Mudahan juga, bukannya dipotong, tapi malah ditambah kuotanya. Aminkanlah..!
Publisher : TIMTAS M-86#camanewak
Social Footer