Breaking News

Giliran Iran Membalas Serangan Israel

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTiANAK // Monitor86.com

Israel sudah menyerang duluan. Sekarang, giliran Iran, telah melancarkan serangan tak kalah dahsyatnya. Dua negara udah mirip “Tom and Jerry” ini akhirnya terlibat perang benaran, tak lagi pakai proxy. Mari kita ungkap perang Israel vs Iran sambil seruput kopi tanpa gula. 

Ketika dunia berharap tahun 2025 akan jadi era keemasan AI, perdamaian global, dan promo mie instan tanpa syarat dan ketentuan, ternyata semesta punya rencana lain, perang. Bukan perang biasa. Tapi perang level bos terakhir, featuring Israel vs Iran, dua negara yang sejak lama seperti mantan pacar yang belum move on tapi masih suka saling lempar granat emosi.

Episode terbaru dari sinetron Timur Tengah ini dimulai saat Israel, dengan gaya sok misterius ala agen rahasia, meluncurkan serangan udara ke Iran. Bukan iseng atau iseng banget, tapi langsung nyasar ke fasilitas nuklir di Natanz dan markas Korps Garda Revolusi Iran di Teheran. Beberapa ilmuwan nuklir tewas. Termasuk Jenderal Hossein Salami, yang meskipun namanya mirip bahan makanan, ternyata adalah figur militer penting dan bukan teman satu grup WA Ayatollah.

Tak tinggal diam seperti jomblo dilabrak pasangan sah, Iran langsung menyalakan mode “balas dendam super deluxe”. Mereka meluncurkan lebih dari 100 drone ke wilayah Israel, seolah langit adalah tempat sampah dan mereka sedang buang unek-unek berbentuk pesawat tak berawak. Tapi bukan cuma drone, rudal balistik ikut dikirim, dan kali ini mereka tidak datang cuma untuk selfie di radar. Rudal-rudal itu menghantam berbagai lokasi strategis di Israel, termasuk sebuah gedung pencakar langit 50 lantai di Tel Aviv yang meledak dengan gaya efek film Michael Bay, dramatis, membahana, dan penuh asap hitam pekat yang membuat langit mendadak cosplay jadi neraka.

Ledakan itu menyebabkan korban jiwa. Berdasarkan laporan terbaru, 40 orang terluka akibat hantaman rudal-rudal surgawi dari Iran. Beberapa bangunan di Tel Aviv dan Yerusalem ikut porak-poranda, dan para warga mendadak jadi ahli geografi bawah tanah, semua berlarian menuju tempat perlindungan yang entah di mana tapi pasti jauh dari tempat tinggal mereka. Pemerintah Israel menetapkan status darurat nasional, dan dengan suara gemetar, menyarankan rakyatnya untuk tidak keluar rumah, kecuali memang ingin selfie dengan puing-puing sejarah masa kini.

Sistem Iron Dome Israel dipaksa bekerja seperti kasir minimarket pas lebaran. Tiada henti, tak kenal lelah. Sirene meraung di kota-kota besar, mengalahkan suara azan subuh dan notifikasi HP mantan. Sementara itu, para jenderal berkeringat di ruang komando, mencoba menebak lokasi rudal berikutnya seperti lagi main tebak-tebakan maut.

Ayatollah Ali Khamenei tampil di TV nasional dengan wajah sekeras batu nisan dan aura seperti tokoh antagonis dalam drama Korea, bersumpah Israel akan dihukum berat. Bukan dihukum puasa atau kerja bakti, tapi dihantam rudal lagi. Sementara itu, Netanyahu membalas dengan pidato bernada puisi kemarahan, menggabungkan sejarah, dendam, dan logika geopolitik dalam satu kalimat penuh amarah.

Padahal, dulu Iran dan Israel seperti sahabat pena di masa Shah Mohammad Reza Pahlavi. Tapi semua berubah sejak Revolusi Islam 1979, ketika Ayatollah Khomeini mengganti salam “shalom” dengan “kutuk”, dan sejak itu kedua negara saling meluncurkan rudal lebih sering dari ucapan selamat ulang tahun.

Kini, perang bukan lagi drama politik, ia adalah tontonan kosmis yang tak bisa di-skip. Dunia? Dunia hanya bisa menatap, mencatat, lalu berdoa semoga ini semua hanya mimpi buruk yang bisa diblokir pakai VPN.

Perang ini bukan sekadar konflik antar negara. Ia adalah festival ego, pamer teknologi kehancuran, dan bukti nyata bahwa meski manusia bisa menciptakan AI, mobil listrik, dan aplikasi kencan berbasis astrologi, kita tetap makhluk purba dengan hobi melempar batu. Kini dalam bentuk rudal jarak jauh yang bisa mengetuk pintu rumahmu, tanpa mengetik “permisi.”

Publisher : Timtas M-86#camanewak

Type and hit Enter to search

Close