Breaking News

Sistem Pertahanan Udara Israel yang Sukses Dijebol Iran

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitor86.com

Hari itu langit Tel Aviv mendadak menjadi kolam catur termonuklir. Awan tak sempat lagi menggantungkan hujan karena sudah digusur oleh arak-arakan rudal balistik dan drone bunuh diri buatan Iran. Mereka datang bukan untuk berunding, tapi membawa orkestra logam panas, kibaran api, dan suara-suara ledakan yang terdengar seperti suara langit sedang muntah kutukan. Di panggung sarkastik ini, Iron Dome tampil seperti seleb Twitter yang kebanyakan beban. Terkenal, dipuja, tapi ternyata tidak tahan serangan bertubi-tubi dari realita.

Iran, seperti bapak kost yang murka, mengirim ratusan rudal dan drone bersenjata sekaligus. Mereka tidak menyerang dengan satu arah, tidak juga dengan satu tempo. Mereka menyerang seperti DJ EDM yang sedang kerasukan jin geopolitik. Rudal Shahed 136 melesat rendah seperti burung nazar dengan niat menghancurkan, sementara Shahed 129 berputar-putar di angkasa seperti tukang nyimak gosip tapi bawa bom. Mohajer-6 dan Kaman-12 turut bergabung, seperti quartet bunuh diri dengan sensor inframerah dan daya jelajah luar negeri.

Iron Dome, sistem pertahanan kebanggaan Israel, sempat menari-nari anggun, memotong roket di udara seperti pesilat silat langit. Tapi sistem ini dirancang untuk menangani serangan dari kelompok non-negara, bukan dari negara yang sedang PMS geopolitik dan disinyalir dapat bimbingan militer privat dari Rusia dan China. Maka ketika rudal datang seperti hujan meteor yang dendam tujuh turunan, Iron Dome mulai batuk-batuk. Beberapa rudal pun lolos, menghantam pusat Tel Aviv, menggetarkan menara-menara kaca dan menjungkirbalikkan eksistensi teknologi pertahanan modern.

Saat itulah sistem Arrow turun tangan. Ini bukan panah sembarangan. Arrow 3 bisa mencegat rudal di luar atmosfer, ya, luar atmosfer, seolah sedang berkata, "Kalau bisa dicegat di Mars, kenapa harus nunggu sampai Jupiter?" Tapi,  Arrow pun, dengan segala kehebatannya, tak bisa menembak semuanya. Entah karena rudalnya terlalu pintar, atau karena semesta sedang malas membantu.

Lalu muncullah David’s Sling, alias Magic Wand, sistem pertahanan hasil kerja sama Israel-AS. Nama aja udah kayak senjata Harry Potter, tapi isinya rudal Stunner dengan sensor ganda yang bisa mengejar target lebih presisi dari mantan yang belum move on. Tapi ketika kamu harus menghadapi serangan dari tiga arah, dalam jumlah ratusan, bahkan sihir pun akan gagal login.

Israel pun menyadari satu kebenaran besar dalam filsafat modern, tidak ada sistem pertahanan udara yang sakti mandraguna dalam menghadapi serangan massal yang dikalibrasi oleh dendam geopolitik dan teknologi drone bermental jahat. Sebaliknya, Iran menyadari bahwa yang tak bisa dicapai oleh diplomasi, bisa diraih dengan koordinasi rudal presisi dan drone kamikaze.

Lalu, rakyat? Ah, rakyat hanya bisa bertanya, “Apakah bunker ini cukup Wi-Fi-nya?” Mereka yang tak tahu soal Arrow, Iron Dome, Shahed, atau David’s Sling, hanya tahu satu hal, hidup makin absurd jika keamanan ditentukan oleh siapa yang punya tombol lebih dulu dan lebih banyak. Maka langit pun jadi medan teater, bumi jadi panggung kehancuran, dan dunia, seperti biasa, berdiri kagum pada kecanggihan teknologi yang makin pintar menghancurkan harapan.

Namun, seperti biasa, yang menderita bukanlah para pemilik senjata, tapi warga sipil yang bingung harus menyelamatkan diri ke bunker atau sekadar update status terakhir. Inilah perang era baru, bukan lagi soal siapa yang menang, tapi siapa yang lebih cepat menghancurkan dan lebih ahli menyalahkan. Maka langit pun menangis, bukan karena hujan, tapi karena ia dipaksa menjadi layar bioskop dari drama manusia yang terlalu canggih untuk bertobat.

Publisher : Timtas M-86#camanewak

Type and hit Enter to search

Close