Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
PONTIANAK // Monitorkrimsus.com
Sebelumnya saya sudah memperkenalkan Mukhamad Misbakhun, kepala geng Komisi XI melakukan Kunker ke Sidney Australia. Ada 260K lebih netizen “titip salam” padanya. Kali ini, giliran Melchias Markus Mekeng, kepergok mahasiswa lagi plesir di negeri kanguru itu. Mari simak kisahnya sambil seruput kopi tanpa gula lagi, wak!
Jika Misbakhun adalah maestro logika “saya hanya daftar, tidak ikut”, maka Melchias Markus Mekeng adalah bintang tamu reality show Politisi Tersesat di Sydney. Viral di media sosial, ia kedapatan sedang pelesiran di tengah kobaran demo tanah air. Sialnya, bukan turis asing yang menegurnya, melainkan mahasiswa dan diaspora Indonesia sendiri. Mereka maju dengan keberanian bak gladiator, langsung marah-marah di depan Mekeng yang tampak terbungkus jaket hitam. Adegan itu begitu absurd, seakan film drama politik bercampur reality show murah di televisi swasta: wakil rakyat disergap rakyat, tapi di negeri orang.
Dalam potongan gambar yang beredar, wajah Mekeng seperti berkata, “Kenapa kalian di sini juga?” Ya, karena mahasiswa dan diaspora kini sudah menjadi hantu kolektif yang siap menghantui pejabat ke mana pun mereka kabur. Bahkan sampai Blue Mountain pun, mereka bisa muncul dari balik kabut, siap menegur, “Pak, rakyatmu lagi terbakar, kenapa Anda malah piknik?”
Mari kita tertawa sebentar pada ironi ini. Komisi XI memang datang dengan dalih kunjungan kerja, katanya demi revisi RUU P2SK. Tapi jadwal yang bocor di media sosial sungguh lebih mirip brosur paket wisata. Ada rapat di ANAO? Ada. Bertemu LPDP? Ada. Tapi sisipannya bikin geleng kepala, pelesir ke mini marathon, makan siang di Blue Mountain Café, sampai mampir ke Scenic World dan Echo Point. Bayangkan, wak! Tiket masuk tempat wisata alam itu bisa sejuta per orang. Itu artinya, kalau satu rombongan DPR datang lengkap, biaya masuknya bisa membangun jembatan kecil di Flores. Tapi mereka memilih menikmati kereta gantung demi foto Instagram.
Mekeng sendiri bukan orang baru di dunia politik. Ia sudah lima periode jadi anggota DPR, seolah kursi di Senayan adalah warisan keluarga. Dari Alor sampai Manggarai, ia mewakili rakyat NTT. Tapi yang terjadi di Sydney membuktikan: rakyat di mana pun tak bisa lagi dibohongi. Diaspora yang jauh dari tanah air sekalipun masih merasa punya hak moral untuk menegur wakil rakyat yang sedang bermewah-mewah. Sementara rakyat di dapilnya, mungkin hanya bisa menggertakkan gigi melihat kabar ini lewat layar ponsel.
Adegan mahasiswa menegur Mekeng itu seharusnya dijadikan patung peringatan di depan DPR, seorang politisi berjaket hitam, berhadapan dengan rakyat marah, di tanah asing. Supaya setiap kali anggota dewan lewat, mereka ingat, melarikan diri ke luar negeri bukan berarti melarikan diri dari suara rakyat.
Lucunya lagi, para anggota DPR ini berangkat sehari setelah demo pertama pecah di Senayan. Rakyat baru saja pulang dari aksi, masih bau asap gas air mata, sementara wakilnya sudah sibuk memesan wine di restoran Sydney. Rasanya seperti ditampar pakai sandal jepit basah, pedih tapi juga memancing tawa getir.
Momen viral ini menegaskan satu hal, rakyat sekarang bukan cuma marah, tapi sudah mengepung pejabat ke mana pun mereka pergi. Dari Senayan sampai Sydney, dari asrama mahasiswa sampai Scenic World. Kalau ada politisi Golkar yang masih merasa aman bersembunyi di balik jaket hitam, bersiaplah, rakyat bisa muncul di mana saja, kapan saja, bahkan saat sedang selfie dengan kanguru.
Kalau Golkar masih pura-pura tuli, tetap membiarkan kadernya piknik di tengah rakyat mendidih, maka partai itu sedang menulis epitafnya sendiri, “Di sini bersemayam sebuah partai yang lebih sibuk jalan-jalan dari mendengar jeritan bangsa.”
Publisher : Krista#camanewak
Social Footer