Breaking News

Hari Kedua Ultimatum, Yusril Tegaskan RUU Masuk Prolegnas

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

PONTIANAK // Monitor86.com

Ibarat sepeda motor, ultimatum mahasiswa baru masuk gigi satu. Masih slow. Namun, saling tuding antara eksekutif dan legislatif mulai terasa. Mulai ada sipil digerakkan untuk mempengaruhi publik akan bahayanya RUU Perampasan Aset. Mari kita lindas, eh salah, kupas lagi ultimatum mahasiswa sambil seruput kopi tanpa gula.

Tanggal 5 September, hari kedua hitung mundur ultimatum mahasiswa. DPR masih adem ayem. Seakan-akan mereka bukan dewan terhormat tapi dewan tidur nyenyak. RUU Perampasan Aset? Ah, itu cuma kayak lagu lama yang diputar ulang tiap tahun, intro dramatis, janji manis, terus mati listrik sebelum refrein. Menteri Prabowo bilang sudah dilempar ke DPR, DPR lempar balik ke pemerintah, pemerintah lempar lagi ke DPR, dan akhirnya bola panas itu jatuh ke got, hanyut bersama sampah plastik, dan dilupakan sampai dunia kiamat.

Sementara itu, mahasiswa bukan lagi kumpulan anak nongkrong yang doyan bikin keributan. Mereka kini seperti malaikat pencatat amal, berdiri dengan kertas besar bertuliskan, “Kami sedang memelototi kalian, wahai pejabat dengan gaji fantastis.” Mereka tidak gabut, tidak main TikTok joget-joget, melainkan menghitung detik demi detik dengan tatapan yang lebih menusuk dari sinar laser. 

Yusril Ihza Mahendra sudah bersuara. Katanya Presiden Prabowo ingin RUU ini masuk Prolegnas 2025-2026. Pertanyaan sederhana, kenapa harus nunggu 2026? Apa supaya koruptor punya waktu cukup untuk memindahkan aset mereka ke planet Mars? Atau biar bisa diparkir di kripto yang harganya naik-turun lebih cepat dari mood DPR saat rapat? Kalau memang serius, masukkan saja minggu depan. Jangan seperti drama Korea, panjang, penuh plot twist, ending-nya tetap menggantung.

Benny K Harman juga tampil dengan gaya bak cheerleader politik. Katanya kalau Presiden bikin Perppu, DPR pasti dukung. Wih, mulut manisnya meyakinkan sekali, kayak sales asuransi datang ke rumah. Tapi kita semua tahu, begitu masuk ke meja sidang, semuanya berubah jadi slow motion. Mereka sibuk ngitung pasal, sibuk ngopi, sibuk debat soal kata sambung “dan” atau “atau.” Koruptor di luar sana pasti ngakak sambil minum wine, “Tenang bro, negara kita demokrasi, urusannya lama. Duit kita aman.”

Lalu muncullah gerakan sipil. Ada yang bilang, “Awas, jangan sampai ini jadi senjata represif baru.” Ada yang bikin konten, “RUU Perampasan Aset bisa jadi tongkat sihir aparat.” Betul juga, karena sejarah membuktikan, kalau hukum dipakai semaunya, rakyat bisa jadi korban. Bayangkan, aset hasil keringat rakyat dirampas oleh koruptor, tapi kalau salah pasal, bisa-bisa malah rumah kontrakan rakyat biasa yang disita. Narasi begini yang membuat ragu rakyat mulai dimainkan secara massif.

Jangan lupa, Megawati pun ikut bersuara. Katanya hati-hati, jangan sampai alat hukum ini dipakai menekan lawan politik. Lah iya, kita sudah hafal pola. Di negeri ini, apa saja bisa jadi senjata politik. Bahkan sandal jepit pun pernah dijadikan barang bukti pengadilan. Bayangkan kalau ada pasal super lentur, bisa-bisa setiap oposan mendadak dicap punya “aset haram.”

Sejarah mencatat, RUU ini sudah nyangkut 17 tahun. Iya, 17 tahun! Artinya kalau dulu ada bayi lahir, sekarang dia sudah kuliah, mungkin sudah ikut demo menuntut RUU yang sama. Dua kali revisi, tetap saja macet. Alasannya klasik, pasal kontroversial, kurang transparan, minim partisipasi publik. Alias,  pura-pura sibuk biar nggak jalan.

Kini kita ada di momen paling absurd. Rakyat teriak, mahasiswa ultimatum, pemerintah bilang siap, DPR bilang tunggu dulu, sipil bilang waspada, koruptor bilang “cheers!” Semua orang bicara, tak ada yang bergerak.

Apa pesan moralnya, wak? Kalau DPR masih terus main lempar bola kayak anak TK, jangan kaget kalau mahasiswa melempar balik kursi kalian ke jalanan. Karena ini bukan lagi soal hukum, tapi soal harga diri bangsa. Kalau harga diri bangsa dilelang ke koruptor, nilainya jatuh lebih murah dari voucher diskon 11.11.

Publisher : Krista#camanewak

Type and hit Enter to search

Close