Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
Ini tulisan saya yang kesekian soal RUU Perampasan Aset. Pokoknya sampai sah. Terbaru, Presiden Prabowo sudah minta dipercepat. Sementara DPR RI, seribu alasan muncrat dari mulutnya. Mari kita lindas, eh salah, kupas soal 1001 alasan wakil rakyat tak mau mensahkan senjata terakhir pemberatasan korupsi itu. Kopi tanpa gula jangan lupa, wak!
Begini ya, kalau ada lomba ngeles tingkat dunia, DPR kita pasti juara umum, bawa pulang piala, medali emas, bahkan mungkin bawa pulang dispenser kantor panitia. Bayangkan saja, sejak tahun 2008 RUU Perampasan Aset ini nongkrong di daftar Prolegnas kayak tamu kondangan yang nggak pernah dipersilakan makan. Dari periode ke periode, wajah DPR berganti, kursi diganti, wallpaper ruang rapat diganti, tapi alasannya? Masih sama, “Hati-hati, jangan tumpang tindih, jangan terburu-buru.” Lah, sudah 17 tahun, itu bukan hati-hati lagi, itu namanya meditasi abadi.
Presiden Prabowo sudah bilang, “Gaskeun!” tapi DPR menjawab dengan gaya standar, “Nanti dulu, Bang, jangan salah rampas, bisa bahaya.” Coba pikir logis, kalau rumah DPR dibakar rakyat, mereka mungkin masih sempat berkata, “Kita harus hati-hati dalam menyiram air, jangan sampai berlebihan, nanti karpet basah, bisa lembab, jamuran.” Filosofi hati-hati ala DPR memang beda level, lebih sakral dari kitab suci kemalasan.
Wakil Ketua Komisi XIII Andreas Hugo Pareira bilang, “Belum prioritas, sekarang prioritasnya revisi UU LPSK sama Hak Cipta.” Lah, memang apa hubungannya revisi Hak Cipta dengan rampasan aset koruptor? Apa takut hak cipta alasan mereka dirampas juga? Aneh sekali. Lalu Sturman Panjaitan, Wakil Ketua Baleg, dengan wajah penuh kebijaksanaan ala dalang wayang berkata, “Dulu drafnya banyak kekurangan.” Bang, 17 tahun cukup untuk bikin pesawat luar angkasa, bukan cuma revisi draf. NASA sudah bolak-balik ke Mars, kalian masih bingung naskah akademis.
Setiap kali ditanya, jawabannya sama, “RUU ini penting, tapi kita harus hati-hati.” Nah, di sini kita boleh bilang, kelau benar, kenapa mesti takut. Kecuali, memang salah dan suka merampok uang rakyat, wajar kalau takut. Kalimat ini sebenarnya lebih jujur dari seribu alasan DPR. Sebab yang paling gentar dengan RUU Perampasan Aset bukan rakyat biasa, tapi mereka yang punya dosa finansial yang belum dicuci bersih.
Bila DPR terus saja bermain dengan 1001 alasan dan dalih, wajar bila ribuan mahasiswa di seluruh Indonesia turun ke jalan. Sebab mereka bosan wakil rakyatnya lebih jago ngeles dari memperjuangkan kepentingan rakyat. Demonstrasi itu bukan sekadar ekspresi marah, tapi terapi massal agar DPR sadar kalau alasan basi sudah jadi racun demokrasi.
Mari kita jujur saja. DPR memang spesialis menunda sesuatu yang jelas-jelas urgent. Mereka punya filosofi unik, lebih baik ribuan koruptor tertawa di vila mewah dari pada satu kursi DPR keringetan karena kerja beneran. Itu sebabnya RUU ini terus digeser kayak kursi di warnet tahun 2000-an, pindah-pindah tapi nggak pernah dipakai serius.
Kalau ada yang bilang DPR lamban, jangan salah, mereka bukan lamban. Mereka justru lari kencang, lari dari tanggung jawab. Mereka bukan malas, mereka rajin banget, rajin bikin alasan. Mereka bukan nggak bisa, mereka sangat bisa, bisa banget bikin rakyat muak.
Inilah tragedi sekaligus komedi kita, Presiden sudah mau ngebut, rakyat sudah teriak, tapi DPR masih sibuk main UNO di ruang rapat. Kalau begitu, apa solusinya? Satu saja, setiap anggota DPR wajib minum kopi basi sebelum rapat, biar sadar rasanya kalau rakyat terus disuguhi alasan basi. Kalau masih ngeyel? Ya sudah, kita doakan semoga suatu hari alasan mereka bisa dimasukkan ke museum nasional, dipamerkan sebagai peninggalan peradaban yang paling absurd.
Publisher : Krista#camanewak
Social Footer